PAPER HUKUM BISNIS
KEPAILITAN
Disusun
Oleh :
1.
Ali
Maskur 7211415099
2.
Ani
Rohanah 7211415007
3.
Ema
Suprapti 7211415148
4.
Nani
Fitriani 7211415094
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
FAKULTAS
EKONOMI
2015/2016
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul .. 1
Daftar
Isi .. 2
BAB
I : Pembahasan
Kepailitan .. 3
BAB
II : Penutup
Kesimpulan 14
Daftar
Pustaka 15
PEMBAHASAN
KEPAILITAN
A. Dasar
Hukum
Dasar hukum berlakunya
hukum kepailitan di Indonesia terdapat dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).
B. Pengertian
Dalam butir 6 UU Kepailitan dan PKPU
juga disebutkan pengertian utang yaitu ”Kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang
asing, baik secara langsung maupun akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,
yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
C. Tujuan
Hukum Kepailitan
Menurut
Levintal (dalam Syahdeni, 2009:28) tujuan hokum kepailitan (bankruptcy law)
adalah :
1. Menjamin
pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur di antara para krediturnya.
2. Mencegah
agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
kepentingan para kreditur.
3. Memberikan
perlindungan pada debitur yang beritikad dari krediturnya dengan cara memperoleh
pembebasan utang.
Dalam
penjelasan UU Kepailitan dan PKPU, dikemukakan beberapa factor perlunya
pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai
berikut :
1. Menghindari
perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur
yang menagih piutangnya dari debitur.
2. Menghindari
adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para
kreditur lainnya.
Menghindari
adanya kecurangan-kecurangan tang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau
debitur sendiri, misalnya debitur berusaha memberi keuntungan kepada seseorang
atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan atau
adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya
dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.
D. Asas-asas
Kepailitan
Dalam UU
Kepailitan dan PKPU disebutkan ada 4 asas yang harus dianut oleh Undang-undang
kepailitan yang baik, yaitu:
1. Asas
Keseimbangan
Dalam UU Kepaiitan dan PKPU disebutkan
ada beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yakni:
a. Ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh debitur yang tidak jujur;
b. Ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas
Kelangsungan Usaha
Dalam UU Kepailitan dan PKPU terdapat
ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetep
dilangsungkan.
3. Asas
Keadilan
Asas keadilan dalam hal ini dimaksudkan
bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas
tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak memperdulikan kreditur
lainnya.
4. Asas
Integrasi
Dalam UU Kepailitan dan
PKPU dijelaskan bahwa asas integrasi adalah sistem hukum formal dan hukum materialnya
merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
E. Proses
Kepailitan
Hal
mengenai syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit telat diatur
dalam pasal 2 ayat (1) UU kepailitan dan PKPU yang berbunyi “Debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapa ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun satu atau lebih
kreditornya.” Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengajukan
pemohonan pailit terhadap seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Debitur
yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya mempunyai dua
atau lebih kreditur. Oleh karena itu, syarat disebut consursus crediturium.
2. Debitur
tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.
3. Utang
yang tidak dibayar lunas itu haruslah utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih (due/expired ang payable). Yang dimaksud dengan utang jatuh waktu dan
dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu,
baik karena telah diperjanjikan.
Pihak-pihak
yang berhak untuk mengajukan permohonan pailit adalah sebagai berikut :
1. Kreditur
atau beberapa kreditur
Kreditur
dalam pengertian diatas meliputi kreditur konkuren, kreditur separatis, maupun
kreditur preferen.
2. Debitur
sendiri
Seorang debitur dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya (Voluntary Petition) apabila memenuhi syarat, yang mempunyai dua
atau lebih kreditur dan debitur sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah
jatuh tempo.
3. Kejaksaan
untuk kepentingan umum
Kejaksaaan dapat mengajukan permohonan
pailit dengan alasan kepentingan umum dan syarat untuk pengajuan permohonan
pailit yang telah dipenuhi, yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah
kepentingan bangsa dan Negara/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya :
a. Debitur
melarikan diri;
b. Debitur
menggelapkan sebagian harta kekayaan;
c. Debitur
mempunyai utang kepada badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha lain
yang menghimpun dan dari masyarakat;
d. Debitur
mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dari masyarakat luas;
e. Debitur
mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dari masyarakat luas;
f. Debitur
tidak beritikad baik atua tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang
piutang yang telah jatuh waktu atau
g. Dalam
hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum. Adapun tata cara
pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan
debitur atau kreditur. Hal ini dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat
diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokasi.
4. Bank
Indonesia
Dalam hal debitur adalah bank,
permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
5. Badan
pengawasan pasar modal-lembaga keuangan (Bapepam-LK)
Dalam hal debitur adalah perusahaan
efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam,
karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana
masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan.
6. Menteri
keuangan
Dalam hal debitur adalah perusahaan
asuransi, perusahaan reasuransi dan pensiun atau BUMN yang bergerak dalam
bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh menteri keuangan.
a. Permohonan
pernyataan pailit
Putusan atau permohonan pernyataan
pailit dan lain-lain yang berkaitan dengan itu ditetapkan oleh pengadilan niaga
yang wilayah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.
b. Upaya
hukum
Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap
putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.
c. Pengangkatan
Kurator dan Hakim Pengawas
Putusan pernyataan pailit harus mengangkat
kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.
F. Akibat
Kepailitan
Akibat putusan pailit
dan sejak putusan itu, harta kekayaan debitur berubah statusnya menjadi harta
pailit.
Segala sesuatu yang
diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu
jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas. Dalam hukum kepailitan, berlaku
asas actio paulina, yaitu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang
kreditur yang mengajukan permohonan pembatalan terhadap semua perbuatan yang
tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap harta kekayaannya yang
diketahui oleh debitur perbuatan tersebut merugikan debitur. Pembatalan tersebut
hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum
dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kredit, perbuatan hukum tersebut meliputi :
1. Merupakan
perjanjian saat kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa
perjanjian terseut dibuat.
2. Merupakan
pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo
dan/atau belum atau tidak dapat ditagih.
3. Dilakukan
oleh debitur perorangan dengan atau untuk kepentingan :
a. Suami
atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga
b. Suatu
badan hukum bilamana debitur atau pihak sebagaimana apabila pihak tersebut,
baik sendiri-sendiri maupun bersama, ikut serta secara tidak langsung dalam
kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut.
4. Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan/untuk kepentingan :
a. Anggota
direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat, atau
keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut
b. Perorangan,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat,
atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak
langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau
dalam pengendalian badan hukum tersebut.
c. Perorangan
yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang
ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
5. Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan/atau untuk kepentingan badan
hukum lainnya apabila:
a. Perseorangan
anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang
sama.
b. Suami
atau istri,anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan
anggota direksi atau pengurus debitur yang juga merupakan anggota direksi atau
pengurus pada badan hukum lainnya
c. Perorangan
anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau
suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri
maupun bersama-sama ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut
d. Debitur
adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya
e. Badan
hukum yang sama atau perorangan yang sama, baik bersama maupun tidak dengan
suami atau istrinya,dan/atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat
ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung atau tidak langsung dalam
kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% dari modal yang disetor.
6. Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain
dalam satu grup dimana debitur adalah anggotanya. Dalam hal suami atau terhadap
badan hukum lain dalam grup dimana debitur adalah anggotanya.
G. Jenis-Jenis
Kreditur
1. Kreditur
Konkuren
Kreditur konkuren adalah kreditur yang
harus berbagi dengan para kreditur lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu menurut perbandingan
besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta kekayaan debitur
yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Istilah yang digunakan dalam Bahasa
Inggris untuk kreditur konkuren adalah unsecured
creditor. Kreditur ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh
hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang akan
ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar
piutangnya kepada kreditur pemegang hak jaminan dan para kreditur pemegang hak
jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa.
2. Kreditur
Preferen
Kreditur preferen adalah kreditur yang
didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya untuk memperoleh pelunasan
tagihannya dari hasil penjualan harta pailit asalkan benda tersebut telah dibebani dengan hak jaminan tertentu bagi
kepentingan kreditur tersebut. Kreditur ini lebih dikenal dengan istilah hukum
dalam sistem common law sebagai secured
creditor.
3. Kreditur
Separatis
Kreditur separatis adalah kreditur
pemegang hak istimewa yang oleh Undang-undang diberikan kedudukan, dalam dal
ini kreditur separatis lebih didahulukan daripada para kreditur konkuren maupun
kreditur preferen. Golongan kreditur ini tidak terkena akibat putusan
pernyataan pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan
seperti tidak ada kepailitan debitur. Kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan dan hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya merupakan
karakteristik kreditur separatis.
H. Pengurusan
Harta Pailit
Tahap pengurusan
harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur dinyatakan pailit. Kurator yang
ditetapkan dalam putusan pailit segera bertugas untuk melakukan pengurusan dan
pembebasan boedel pailit, dibawah pengawasan hakim pengawas, meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan upaya hukum baik berupa kasasi ataupun peninjauan
kembali. Dalam pengurusan dan pemberesan pailit hakim pengawas bertugas untuk
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator bertugas melakukan
pengurusan dan atau pemberesan harta pailit. Panitia kreditur dalam putusan
pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadilan dapat membentuk panitia
kreditur yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi dengan maksud
memberikan nasihat kepada kurator. Kreditur yang diangkat dapat mewakilkan
kepada orang lain terhadap semua pekerjaan yan berhubungan dengan tugas-tugas
dalam panitia. Kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telahterjadi hal-hal
sebagai berikut:
a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan
suatu perdamaian kepada semua kreditur. Keputusan rencana perdamaian diterima
apabila disetujui dalam rapat kreditur oleh lebih dari seperdua jumlah kreditur
konkuren yang hadir dalam rapat dan yang mewakili paling sedikit dua pertiga
dari julmah seluruh piutang konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat
tersebut. Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditur yang hadir dalam rapat
kreditur dan mewakili paling sedikit sepedua dari jumlah piutang kreditur yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka
waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara diadakan, harus
diselenggarakan pemungutan suara kedua.
b. Insolvensi
atau pemberesan
Insolvensi merupakan fase terakhir
kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan (boedel)
pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan
kepada kreditur sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalm akor.
c. Putusan
pailit dibatalkan di tingkat yang lebih tinggi.
Putusan pailit dapat diajukan upaya
hukum, yaitu kasasi atau peninjauan kembali terhadap putusan yang berkekuatan
hukum tetap.
d. Pencabutan
atau anjuran hakim pengawas
Putusan yang memerintahkan pencabutan
pernyataan pailit, diumumkan oleh Panitera Pengadilan dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian. Putusan
pencabutan pernyataan pailit ini dapat diajukan kasasi dan/atau peninjauan
kembali. Dlam hal setelah putusan pencabutan pernyataan pailit diucapkan
diajukan lagi permohonan pernyataan pailit, maka debitur atau pemohon wajib
membuktikan bahwa ada cukup harta untuk membayar biaya kepailitan.
ANALISA KASUS
Disaat industri penerbangan Indonesia tengah mengalami
pertumbuhan yang positif, ada kabar menyedihkan mengenai kepailitan salah satu
maskapai penerbangan Indonesia, yaitu Batavia Air. Di tengah industri
transportasi udara Indonesia yang sedang tumbuh dengan cepat, Batavia Air
justru terpuruk. Pasalnya, maskapai penerbangan ini dinyatakan pailit oleh
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atas permohonan salah satu kreditur Batavia Air,
yaitu International Lease Finance Corporation (ILFC).
Batavia Air dinyatakan pailit sejak tanggal 30 Januari
2013 atas surat putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. Akibatnya, Batavia Air berhenti beroperasi
sejak tanggal 31 Januari 2013. Kepailitan ini disebabkan oleh permohonan
pengajuan pailit Batavia Air oleh salah satu krediturnya, yaitu ILFC, lantaran
utang Batavia Air terhadap ILFC yang telah jatuh tempo pada 13 Desember 2012
sebesar US$ 4.68 juta. Permohonan pailit itu diajukan oleh ILFC kepada
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 20 Desember 2012. Selain dari ILFC,
Batavia Air juga memiliki utang dari Sierra Leasing Limited (SLL). Utang
Batavia Air kepada SLL adalah sebesar US$ 4.94 juta dan jatuh tempo pada 13
Desember 2012 juga.
Proses kepailitan ini menyebabkan berbagai masalah
mulai dari jumlah pesawat Batavia Air yang semakin berkurang hingga tidak
beroperasi sama sekali, dan bahkan kepailitan ini memberikan dampak negatif
kepada konsumen Batavia Air dimana mereka yang telah membeli tiket disaat
Batavia Air sedang mengalami proses putusan kepailitan tidak medapatkan refund atau
pengembalian uang atas tiket yang telah mereka beli.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kepailitan yakni sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Proses kepailitan permohonan yang
diajukan kepada Pengadilan Niaga, hingga keputusan pengadilan yang menandakan
bahwa suatu debitur dinyatakan pailit. Kepailitan sangat merugikan baik bagi
pihak kreditur maupun pihak debitur itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Jayanto, Yudo Prabowo. 2015. Indonesia Business Law. Semarang :
Cerdas Bersama Press.
No comments:
Post a Comment